Kamis, 13 Juni 2013

PROPOSAL PENELITIAN
Hubungan antara Jarak Tanam dari Kawah Sikidang Dieng  dengan Ukuran Sel Penutup dan Jumlah Stomata Daun Tanaman Purwoceng (Pimpinella alpina)




Disusun Oleh:
Annisah Latifatun Hasanah
10304241012
Pendidikan Biologi Subsidi

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2012

 
                                                                              BAB I
                                                                     PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Dalam banyak coretan, tanaman purwoceng merupakan tanaman pengganti gingseng. seluruh bagian tanaman purwoceng dapat digunakan sebagai obat tradisional, terutama akar. Akarnya mempunyai sifat diuretika dan digunakan sebagai aprosidiak (Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan 1987), yaitu khasiat suatu obat yang dapat meningkatkan atau menambah stamina. Pada umumnya tumbuhan atau tanaman yang berkhasiat sebagai aprosidiak mengandung senyawa-senyawa turunan saponin, alkaloid, tanin, dan senyawa-senyawa lain yang berkhasiat sebagai penguat tubuh serta memperlancar peredaran darah. Di Indonesia tumbuhan atau tanaman obat yang digunakan sebagai aprosidiak lebih banyak hanya berdasarkan kepercayaan dan pengalaman (Hernani dan Yuliani 1991).
Sidik, et al. (1985) mengatakan bahwa akar purwoceng mengandung turunan senyawa kumarin yang digunakan dalam industri obat modern, tetapi bukan untuk aprodisiak melainkan untuk anti bakteri, anti fungi dan anti kanker. Hernani dan Yuliani (1990) mengatakan bahwa bahan aktif purwoceng terbanyak terletak pada bagian akarnya.
Nasir dkk (1994) menyatakan bahwa kawah merupakan sumber gas sulfur dalam bentuk SO2 dan atau H2S. Menurut Syarifudin dalam Suwondo dan Harminani (1996) Kawah Sikidang merupakan salah satu kawah yang terdapat pada kompleks Dataran Tinggi Dieng. Kawah Sikidang aktif mengeluarkan sulfur terus menerus dalam bentuk SO2 dan atau H2S (Firdaus dan Nasir, 1995). Hal ini menyebabkan tumbuhan terkena oleh gas sulfur dalam konsentrasi tinggi (Firdaus dan Nasir,1995).
Sulfur dapat masuk ke dalam jaringan tumbuhan melalui akar dan melalui stomata. Sulfur masuk melalui akar dalam bentuk SO4, dan masuk melalui stomata dalam bentuk SO2 (Salisbury dan Ross, 1995b). Gas SO2 dapat menguasai control tanaman terhadap stomata, sehingga menyebabkan stomata membuka meski daun dalam keadaan stress air. Keadaan ini menyebabkan peningkatan laju difusi sulfur dioksida dan hilangnya air oleh transpirasi yang berlebihan (Spedding, 1969 dalam Fitter dan Hay, 1994). Hal ini menjadi latar belakang perlu dilakukannya suatu penelitian mengenai hubungan antara jarak penanaman yang berbeda dari Kawah Sikidang terhadap ukuran sel penutup dan jumlah stomata daun tanaman Purwoceng (Pimpinella alpina).

1.2    Rumusan Masalah
1.    Adakah hubungan antara jarak tanam dari Kawah Sikidang Dieng dengan ukuran sel penutup dan jumlah stomata daun tanaman Purwoceng (Pimpinella alpina)?
2.    Bagaimanakah pengaruh hubungan antara jarak tanam dari Kawah Sikidang Dieng dengan ukuran sel penutup dan jumlah stomata daun tanama Purwoceng (Pimpinella alpina)?

1.3    Tujuan Penelitian
1.    Untuk menunjukkan adanya hubungan antara jarak tanam dari Kawah Sikidang Dieng dengan ukuran sel penutup dan jumlah stomata daun tanaman Purwoceng (Pimpinella alpina)
2.    Untuk mengetahui pengaruh antara jarak tanam dari Kawah Sikidang Dieng dengan ukuran sel penutup dan jumlah stomata daun tanaman Purwoceng (Pimpinella alpine)

1.4    Hipotesis Penelitian
1.    Terdapat hubungan antara jarak tanam dari Kawah Sikidang Dieng dengan ukuran sel penutup dan jumlah stomata daun tanaman Purwoceng (Pimpinella alpine).
2.    Terdapat pengaruh antara jarak tanam dari Kawah Sikidang Dieng dengan ukuran sel penutup dan jumlah stomata daun tanaman Purwoceng (Pimpinella alpine)

1.5    Manfaat penelitian
Hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan manfaat bagi:
1. Ilmu pengetahuan
a. Memberi sumbangan pemikiran tentang adanya hubungan antara jarak tanam dengan ukuran sel penutup dan jumlah stomata daun purwoceng.
b. Menambah pengetahuan dalam bidang budidaya pertanian, terutama budidaya tanaman purwoceng.
2. Pendidikan dan penelitian
a. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan antara jarak tanam dengan ukuran sel penutup dan jumlah stomata daun purwoceng.
b. Hasil penelitian ini juga dapat memberi motivasi bagi mahasiswa biologi untuk mengembangkan kegiatan ilmiah tentang hubungan antara jarak tanam dengan ukuran sel penutup dan jumlah stomata daun purwoceng. terhadap tumbuhan lain.
3. Masyarakat
a. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang pengaruh hubungan antara jarak tanam dengan ukuran sel penutup dan jumlah stomata daun purwoceng.

                                                                                BAB II
                                                                    KAJIAN PUSTAKA
Nama Latin purwoceng semula adalah Pimpinella pruacan, tapi kemudian direvisi menjadi Pimpinella alpina. Tumbuhan ini ditemukan di Pegunungan Alpen di Swiss, pada ketinggian 2.000-3.000 meter di atas permukaan laut. Mengenai tempat tumbuh Purwoceng di Indonesia semula dikenal tumbuh liar di kawasan Dieng pada ketinggian 2.000-3.000 m dpl. Namun menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan (1987), sebaran tanaman purwoceng di Indonesia kini meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat.
Dalam banyak coretan, tanaman purwoceng merupakan tanaman pengganti gingseng. seluruh bagian tanaman purwoceng dapat digunakan sebagai obat tradisional, terutama akar. Akarnya mempunyai sifat diuretika dan digunakan sebagai aprosidiak (Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan 1987), yaitu khasiat suatu obat yang dapat meningkatkan atau menambah stamina. Pada umumnya tumbuhan atau tanaman yang berkhasiat sebagai aprosidiak mengandung senyawa-senyawa turunan saponin, alkaloid, tanin, dan senyawa-senyawa lain yang berkhasiat sebagai penguat tubuh serta memperlancar peredaran darah. Di Indonesia tumbuhan atau tanaman obat yang digunakan sebagai aprosidiak lebih banyak hanya berdasarkan kepercayaan dan pengalaman (Hernani dan Yuliani 1991).
Sidik, et al. (1985) mengatakan bahwa akar purwoceng mengandung turunan senyawa kumarin yang digunakan dalam industri obat modern, tetapi bukan untuk aprodisiak melainkan untuk anti bakteri, anti fungi dan anti kanker. Hernani dan Yuliani (1990) mengatakan bahwa bahan aktif purwoceng terbanyak terletak pada bagian akarnya.
Tanaman purwoceng mempunyai kandungan bahan yang bersifat aprodisiak menyebabkan keberadaannya semakin dicari orang. Pada mulanya, tanaman purwoceng digunakan oleh penduduk disekitar pegunungan Dieng (daerah asalnya) hanya untuk pemeliharaan kesehatan atau peningkatan derajat kesehatan. Namun sejalan dengan perkembangan penelitian dan isu yang dihembuskan, tanaman ini berkembang menjadi komoditas yang sangat ”laku jual” sebagai bahan aprodisiak, bahkan kini telah dipopulerkan oleh masyarakat dan Kelompok Tani setempat dengan sebutan ”Viagra Jawa”.
Nasir dkk (1994) menyatakan bahwa kawah merupakan sumber gas sulfur dalam bentuk SO2 dan atau H2S. Menurut Syarifudin dalam Suwondo dan Harminani (1996) Kawah Sikidang merupakan salah satu kawah yang terdapat pada kompleks Dataran Tinggi Dieng. Kawah Sikidang aktif mengeluarkan sulfur terus menerus dalam bentuk SO2 dan atau H2S (Firdaus dan Nasir, 1995). Hal ini menyebabkan tumbuhan terkena oleh gas sulfur dalam konsentrasi tinggi (Firdaus dan Nasir, 1995). Sulfur dapat masuk ke dalam jaringan tumbuhan melalui akar dan melalui stomata. Sulfur masuk melalui akar dalam bentuk SO4, dan masuk melalui stomata dalam bentuk SO2 (Salisbury dan Ross, 1995b). Gas SO2 dapat menguasai control tanaman terhadap stomata, sehingga menyebabkan stomata membuka meski daun dalam keadaan stress air. Keadaan ini menyebabkan peningkatan laju difusi sulfur dioksida dan hilangnya air oleh transpirasi yang berlebihan (Spedding, 1969 dalam Fitter dan Hay, 1994).
Menurut Connel dan Miller (1995), sulfur dapat bereaksi dengan air di dalam sel membentuk asam sulfite. Asam sulfite yang dihasilkan dapat mengubah klorofil menjadi phaeofitin, yakni suatu pigmen yang tidak aktif dalam fotosintesis. Menurut  laju difusi yang tinggi akan meningkatkan keasaman sehingga kapasitas buffer protoplas terlewati. Hal ini menyebabkan hancurnya klorofil sehingga menghambat proses fotosintesis. Proses fotosintesis yang terhambat dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tanaman, sehingga dapat mempengaruhi produktivitas tanaman. Lingkungan udara yang tercemar oleh SO2 menyebabkan terjadinya penurunan ukuran sel penutup dan jumlah stomata pada berbagai tanaman, disbanding lingkungan yang tidak tercemar (Mishra, 1982). Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk adaptasi tanaman untuk membatasi masuknya polusi gas SO2 ke dalam jaringan mesofil tanaman.
Menurut Nasir dkk (1994), kadar SO2 dan H2S yang berdifusi mengalami penurunan konsentrasi per satuan volume dengan semakin jauhnya jarak dari pusat kawah. Penurunan konsentrasi ini disebabkan gas sulfur terdeposit pada permukaan air, debu atau tumbuhan di sepanjang arah difusinya. Pengaruh negatif dari gas sulfur yang berlebih menyebabkan tanaman perlu melakukan respon yang berbeda seiring menurunnya kadar sulfur dengan bertambahnya jarak dari Kawah Sikidang. Laju difusi sulfur ke dalam jaringan tanaman akan berkurang dengan ukuran sel penutup stomata yang kecil.
Stomata pada Angiospermae berasal dari pembelahan protoderm yang membentuk sel induk sel penutup. Sel induk kemudian membelah menghasilkan dua sel anakan yang tidak sama besar. Sel anakan yang berukuran kecil akan membelah membentuk dua sel yang berukuran sama besar. Kedua sel inilah yang manjadi sel penutup. Kedua sel penutup mengalami perluasan mencapai bentuk khas, kemudian zat antar  kedua sel penutup membengkak dan hubungannya  melemah, sehingga terbentuk stomata. Sel anakan yang berukuran besar mengalami pembelahan dan perkembangannya akan mengitari sel penutup yang telah terbentuk disebut sel tetangga (Sutrian, l992 dan Estiti, l995). Menurut pandey dan Sinha (l993) sel penutup terdiri dari sepasang  sel yang kelihatan simetris . Dinding atas dan bawah tampak adanya  alat yang berbentuk  birai (ledges) yang berfungsi sebagai pembatas ruang, serat halus selulosa tersusun melingkar dan bersifat relatif tidak elastis.

                                                                            BAB III
                                                            METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 9 ulangan. Ulangan diperoleh dari 3 sample daun yang diambil dari tiap tiga tanaman. Jadi perlakuan tersebut menjadi sebagai berikut:
P1 = Jarak 100 m dari komplek kawah
P2 = Jarak 300 m dari kompleks kawah
P3 = Jarak 500 m dari kompleks kawah
P4 = Jarak 700 m dari kompleks kawah

3.2 Variabel Penelitian
Variabel bebas        : unsur sulfur
Variabel kontrol     : jarak tanam dari kawah Sikidang
Variabel terikat    : ukuran sel penutup dan jumlah stomata daun tanaman purwoceng (Pimpinella alpine)

3.3 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di sekitar kawah Sikidang, Dieng, Wonosobo. Sedang pembuatan dan pengamatan preparat di Laboratorium Jurusan Biologi FMIPA UNY. Penelitian dilkasanakan mulai bulan Mei-Juni 2012.

3.4    Alat dan Bahan
3.4.1 Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
a   Gelas penutup
b)    Gelas benda
c)    Mikroskop
d)    Mikrometer 
e)    Kamera

3.4.2    Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
a)    Sample daun tanaman kentang
b)    Alkohol 70%
c)    Cat kuku warna transpan
3.5     Teknik Pengumpulan Data ( Langkah Kerja )
 3.5.1  Penentuan titik tanam
1. Menarik garis dari komplek kawah terluar sampai lahan pertanian yang akan digunakan sebagai lokasi penelitian (kearah timur). Jarak 100 m dari kawah terluar ditetapkan sebagai titik tanam (P1).           
2. Menentuan titik tanam selanjutnya dengan melakukan penambahan jarak tanam setiap 200 m hingga titik ke empat.
Jadi perlakuan tersebut menjadi sebagai berikut:
 P1 = Jarak 100 m dari komplek kawah
P2 = Jarak 300 m dari kompleks kawah
P3 = Jarak 500 m dari kompleks kawah
P4 = Jarak 700 m dari kompleks kawah

3.5.2 Penyiapan media tanam dalam polybag
1. Mengisi setiap polybag berukuran 30 x 30 cm dengan pupuk kandang ayam 159 g yang  dicampur  rata dengan 250 g tanah.
2. Menambahkan tanah setinggi +  5 cm pada permukaan campuran media. 
3. Memasukkan Pupuk TSP sebanyak 3,2g ke lubang yang berjarak + 10 cm dari bagian tengah polybag.
4. Mendiamkan media tersebut selama tiga hari. Penanaman umbi untuk bibit  memiliki tunas setinggi + 2 cm  ditanam dengan mata tunas menghadap keatas, kemudian menimbun sampai umbi tidak terlihat.
5. Memeliharanya dengan menyiram sebanyak + 240 ml air  setiap dua hari sekali. Lalu memberi pupuk susulan berupa KCl 0,8 g dan Urea 1,3 g diberikan 21 hari setelah masa tanam.
6. Menyemprotkan insektisida dan fungisida dalam waktu yang bersamaan dengan dosis  2,5 g insektisida dalam 2 L air dan 2 mL fungisida dalam 1L air. Interval penyemprotan setiap dua minggu sekali untuk mencegah dari hama dan penyakit.

3.5.3    Pembuatan Preparat
1.  Mengoleskan cat kuku pada permukaan daun dan membiarkannya 10 menit supaya kering.
2.  Mengelupas cat kuku  menggunakan silet, lalu meletakkannya di atas gelas benda dan menutupnya dengan gelas penutup.
3.  Memberi sudut-sudut gelas penutup dengan cat kuku sebagai perekat.
4.  Mengamatinya dengan mikroskop dan mengukurnya dengan mikrometer.

3.6 Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan Analysis of Varians  (ANOVA) dan jika ada beda nyata dilanjutkan dengan Duncan’s Multiple Range test (DMRT) pada taraf signifikansi 95%. Analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara jarak penanaman yang berbeda terhadap ukuran sel penutup dan jumlah stomata daun tanaman kentang adalah dengan uji Regresi linier sederhana dengan taraf signifikansi 95% (Prastito, 2001).

                                                                  DAFTAR PUSTAKA
Connel, D.W and G. J. Miller. l995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. Jakarta: UI Press.
Fahn, A. l995. Anatomi Tumbuhan. Yogyakarta: UGM Press.
Firdaus dan Nasir, M. l995. Kerusakan Daun, Kandungan klorofil dan Konduktansi Permukaan Daun  Panicum repens L yang Terdedah Gas Belerang di Kawah Sikidang,  Dieng. Yogyakarta: BPPS – UGM.
Fitter, A. H and R. K. M Hay. l994. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Yogyakarta: UGM Press.
 Hale, M.G. and M. O David. l987. The Physiology of Plants Ander  Stress. New York:  John Wiley and Sons.
Larcher, W. l995. Physiological Plant Ecology Third Edition. Berlin: Springer Verlag.
Leopold, A.C. and P.E. Kriedemann. l985. Plant Growth and Development. New Delhi: Tata McGraw Hill Publishing.
Malhotra, S .S and D. Hocking. l976. Biochemical and Citilogycal Effect of Sulphur Dioxide on Plant Metabolism. New York: New Phytol.
Nasir, M. Purnomo dan Sudjino. l994. Pengaruh Gas Belerang dari Kawah – kawah di Dataran Tinggi Dieng terhadap Struktur Vegetasi dan Fisiologi Tumbuhan Dominan di Sekitar Kawah.Yogyakarta: Biologi UGM.
Pandey , S N. And B.K. Sinha. L993. Fisiologi Tumbuhan. Terjemahan : Agustino N. 3 ed. Yogyakarta.
Prastito, A. 2004. Cara Mudah Mengatasi Masalah Statistik dan Rancangan Percobaaan dengan SPSS l2. Jakarta: PT Elexmedia Komputindo Kelompok Gramedia.
Suwondo, S.D.T. dan S.D.T. Harminani. l996. Komposisi dan Keanekaragaman Mikroartropoda Tanah sebagai Bioindikator Deposisi Asam di Sekitar Kawah Sikidang Dataran Tinggi Dieng Jawa Tengah. Yogyakarta: BPPS- UGM.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar