PAPER EVOLUSI
KLONING PADA MANUSIA DAN HEWAN
KLONING PADA MANUSIA DAN HEWAN
Disusun Oleh:
NURDIYAH IKA H 10304241004
ANNISAH LATIFATUN H 10304241012
M. SAIFUDIN 10304241016
IMAS IFRIAN W 10304241029
PRODI PENDIDIKAN BIOLOGI
ANNISAH LATIFATUN H 10304241012
M. SAIFUDIN 10304241016
IMAS IFRIAN W 10304241029
PRODI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2013
A. Rekayasa Genetika
Rekayasa genetika secara langsung bertujuan untuk mensejahterakan manusia. Rekayasa genetika telah merevolusi struktur genetik dan biokimia makhluk hidup, khususnya sampai saat ini adalah mikroba. Dengan terbentuknya struktur genetik baru berarti variasi telah terjadi pada populasi makhluk hidup yang direkayasa, bahkan tidak menutup kemungkinan spesies baru telah terbentuk. Permasalahannya adalah, apakah makhluk dengan struktur baru ini akan tetap dijaga keberadaannya dalam laboratorium atau industri? Jika terjadi “kebocoran” ke luar, berarti makhluk yang direkayasa akan menjadi bagian dari suatu ekosistem. Peluang kebocoran tetap ada. Munculnya jenis baru dalam suatu ekosistem dapat menimbulkan dampak pada interaksi komponennya, sehingga dapat merupakan “pembimbing” arah evolusi (Victoria, dkk, 2012: 67). Terdapat bermacam-macam metode rekayasa genetika, salah satunya adalah kloning.
B. Kloning Pada Manusia
Kloning pada manusia bertujuan untuk membuat manusia baru yang memiliki kesamaan genetik dengan manusia lain, biasanya manusia dewasa. Prosesnya meliputi penempatan embrio manusia yang dihasilkan dari proses selain fertilisasi ke tubuh wanita. Beberapa negara melarang kloning manusia (Solomon et al, 2008: 373).
Human therapeutic cloning meliputi duplikasi sel manusia untuk kepentingan penelitian atau tujuan medis, bukan menghasilkan manusia baru. Pada kloning terapi manusia, peneliti mengambil nukleus dari sel manusia, misal sel kulit orang yang sakit (pasien) dan menempatkannya pada sel telur tanpa nukleus, yang kemudian diberi perlakuan agar membentuk embrio. Sel embrionik akan diekstrak dari embrio dan ditumbuhkan pada media kultur. Karena embrio kultur memiliki kesamaan genetik dengan pasien, masalah penolakan transplan bisa dihindari (Solomon et al, 2008: 374.).
Human therapeutic cloning meliputi duplikasi sel manusia untuk kepentingan penelitian atau tujuan medis, bukan menghasilkan manusia baru. Pada kloning terapi manusia, peneliti mengambil nukleus dari sel manusia, misal sel kulit orang yang sakit (pasien) dan menempatkannya pada sel telur tanpa nukleus, yang kemudian diberi perlakuan agar membentuk embrio. Sel embrionik akan diekstrak dari embrio dan ditumbuhkan pada media kultur. Karena embrio kultur memiliki kesamaan genetik dengan pasien, masalah penolakan transplan bisa dihindari (Solomon et al, 2008: 374.).
C. Kloning Pada Hewan
Kloning pada hewan memiliki banyak tujuan, salah satunya adalah untuk meningkatkan populasi spesies yang hampir punah. Contohnya, clone dari spesies hampir punah, semacam sapi liar disebut dengan banteng, yang lahir tahun 2003. Nukleus yang digunakan untuk kloning hewan ini berasal dari sel kulit banteng yang telah dibekukan. Sel kulit ini diambil dari banteng yang telah mati pada 1980 di Kebun Binatang San Diego (Jabr, 2013).
(Solomon et al, 2008: 373)
D. Hubungan Antara Kloning Dan Evolusi
Kloning pada hewan akan menghasilkan hewan yang memiliki susunan genotip dan fenotip yang sama. Kloning pada hewan mungkin dapat dimanfaatkan untuk memperbanyak hewan-hewan langka agar status hewan tersebut menjadi tidak langka.
Kloning pada manusia akan menghasilkan manusia dengan susunan genetik yang sama. Apabila metode ini digunakan, akan terdapat manusia-manusia dengan susunan genotip dan fenotip yang sama. Jika satu manusia dikloning untuk menghasilkan satu manusia yang mirip dengannya, maka hal itu tidak terlalu bermasalah karena peristiwa tersebut mirip dengan peristiwa kembar identik. Namun apabila satu manusia dikloning menjadi lebih dari satu manusia, maka akan dihasilkan klade atau populasi dengan anggota yang sama. Klade yang berada pada lingkungan laboratorium tidak akan menyebabkan masalah serius pada ekosistem karena klade tidak bersinggungan dengan anggota ekosistem. Akan tetapi, apabila terjadi suatu “kebocoran” , klade dapat bersinggungan dengan anggota ekosistem dan menyebabkan masalah yang serius. Salah satu contoh masalahnya adalah seperti berikut. Seorang manusia bergenotip homozigot dominan, dikloning menjadi banyak manusia yang memiliki genotip dan fenotip sama. Ketika sebagian besar hasil kloning menempati suatu tempat dan melakukan kawin silang dengan manusia bukan hasil kloning, akan terjadi pergeseran frekuensi alel pada populasi normal (bukan hasil kloning).
Terkait dengan evolusi, manusia dan hewan yang dikloning menurut contoh di atas dapat dikatakan tidak mengalami evolusi. Hal ini dikarenakan pada populasi manusia dan hewan hasil kloning tersebut tidak terjadi variasi genetik yang merupakan salah satu penyebab adanya evolusi.
Selain contoh yang sudah disebutkan di atas, ada lagi contoh mengenai kloning pada hewan. Misal di suatu area terdapat sedikit hewan serangga yang memiliki kemampuan mengeluarkan senyawa yang tidak disukai hewan / predatornya. Apabila serangga ini dikloning, akan diperoleh klade serangga yang memiliki kemampuan mengeluarkan senyawa yang tidak disukai hewan / predatornya. Sementara itu, di area lain hanya terdapat serangga biasa yang tidak memiliki kemampuan menghasilkan senyawa tersebut. Jika serangga hasil kloning dilepas ke area tersebut, eksistensi serangga biasa akan tergeser. Ketika makanan predator hanya tersisa serangga penghasil senyawa tertentu, maka predator akan beradaptasi untuk menyesuaikan diri terhadap senyawa tersebut. peristiwa ini dikenal sebagai koevolusi.
Daftar PustakaKloning pada manusia akan menghasilkan manusia dengan susunan genetik yang sama. Apabila metode ini digunakan, akan terdapat manusia-manusia dengan susunan genotip dan fenotip yang sama. Jika satu manusia dikloning untuk menghasilkan satu manusia yang mirip dengannya, maka hal itu tidak terlalu bermasalah karena peristiwa tersebut mirip dengan peristiwa kembar identik. Namun apabila satu manusia dikloning menjadi lebih dari satu manusia, maka akan dihasilkan klade atau populasi dengan anggota yang sama. Klade yang berada pada lingkungan laboratorium tidak akan menyebabkan masalah serius pada ekosistem karena klade tidak bersinggungan dengan anggota ekosistem. Akan tetapi, apabila terjadi suatu “kebocoran” , klade dapat bersinggungan dengan anggota ekosistem dan menyebabkan masalah yang serius. Salah satu contoh masalahnya adalah seperti berikut. Seorang manusia bergenotip homozigot dominan, dikloning menjadi banyak manusia yang memiliki genotip dan fenotip sama. Ketika sebagian besar hasil kloning menempati suatu tempat dan melakukan kawin silang dengan manusia bukan hasil kloning, akan terjadi pergeseran frekuensi alel pada populasi normal (bukan hasil kloning).
Terkait dengan evolusi, manusia dan hewan yang dikloning menurut contoh di atas dapat dikatakan tidak mengalami evolusi. Hal ini dikarenakan pada populasi manusia dan hewan hasil kloning tersebut tidak terjadi variasi genetik yang merupakan salah satu penyebab adanya evolusi.
Selain contoh yang sudah disebutkan di atas, ada lagi contoh mengenai kloning pada hewan. Misal di suatu area terdapat sedikit hewan serangga yang memiliki kemampuan mengeluarkan senyawa yang tidak disukai hewan / predatornya. Apabila serangga ini dikloning, akan diperoleh klade serangga yang memiliki kemampuan mengeluarkan senyawa yang tidak disukai hewan / predatornya. Sementara itu, di area lain hanya terdapat serangga biasa yang tidak memiliki kemampuan menghasilkan senyawa tersebut. Jika serangga hasil kloning dilepas ke area tersebut, eksistensi serangga biasa akan tergeser. Ketika makanan predator hanya tersisa serangga penghasil senyawa tertentu, maka predator akan beradaptasi untuk menyesuaikan diri terhadap senyawa tersebut. peristiwa ini dikenal sebagai koevolusi.
Victoria Henuhili, dkk. 2012. Diktat Kuliah Evolusi. Yogyakarta: FMIPA UNY.
Solomon, Eldra P., Linda R. Berg, & Diana W. Martin. 2008. Biology. 8th.ed. United States of America: Thomson Brooks/Cole.
Jabr, Ferris. 2013. Will Cloning Ever Save Endangered Animals? Diakses dari http://www.scientificamerican.com/article.cfm?id=cloning-endangered-animals pada 21 Mei 2013.
Solomon, Eldra P., Linda R. Berg, & Diana W. Martin. 2008. Biology. 8th.ed. United States of America: Thomson Brooks/Cole.
Jabr, Ferris. 2013. Will Cloning Ever Save Endangered Animals? Diakses dari http://www.scientificamerican.com/article.cfm?id=cloning-endangered-animals pada 21 Mei 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar